Baca Koran harianbanyuasin Online - Harian Banyuasin

K-MAKI Kembali Bersuara, Desak Pengadilan Tinggi Periksa Vonis Bebas Nenek Ernaini

Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Sumatera Selatan kembali menggelar aksi menyoroti perkara vonis bebas nenek Ernaini, terdakwa kasus dugaan pemalsuan duplikat kutipan akta nikah yang diputus bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Balai.--

“Perlu dijaga independensi serta integritas hakim tanpa tekanan dari pihak mana pun. Kami mengimbau masyarakat untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan menyampaikan aspirasi secara tertib,” ujarnya.

BACA JUGA:Duel Sengit Tiga Gim, Mulky/Salma Amankan Langkah ke 16 Besar WJC 2025

K-MAKI menilai, vonis bebas terhadap nenek Ernaini mencederai rasa keadilan publik dan berpotensi mencoreng marwah lembaga peradilan. Dalam orasinya, Feri menuding majelis hakim telah mengabaikan fakta persidangan.

“Majelis hakim mengakui tidak ada arsip, tapi tetap percaya pada cerita. Ini bukan sinetron, ini sidang pidana. Kalau begini, KUHP bisa diganti jadi KUA — Kitab Undang-Undang Asal,” sindirnya.

Menurut Feri, pola putusan bebas seperti ini bukan kali pertama terjadi. Bahkan, hakim yang memutus perkara Ernaini disebut pernah memutus bebas kasus serupa yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

BACA JUGA:Raih Gelar Doktor, Edward Candra Tekankan Kolaborasi dan Ilmu Terapan untuk Kemajuan Sumsel

“Kalau pola seperti ini terus dibiarkan, bukan cuma hukum yang rusak, tapi juga logika publik. Kita jadi sulit membedakan antara putusan dan pesanan,” ujarnya.

K-MAKI mendesak Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) segera memeriksa majelis hakim yang menangani perkara tersebut. Mereka juga meminta KPK dan Direktorat Cyber Crime Kejaksaan Agung RI ikut mengawasi proses hukum hingga kasasi.

“Jangan jadikan pengadilan sebagai tempat cuci dosa berbayar. Keadilan bukan komoditas, dan toga hakim bukan mesin laundry,” tegas Feri.

BACA JUGA:Moh Zaki Ubaidillah Tembus 16 Besar WJC 2025 Usai Tumbangkan Wakil Jepang

Feri menegaskan, aksi ini merupakan bentuk kontrol sosial masyarakat terhadap praktik hukum yang dinilai mulai kehilangan arah.

“Kami akan terus mengawal proses kasasi hingga ke Mahkamah Agung agar keadilan tidak benar-benar pensiun dini,” ujarnya.

Ia menutup pernyataannya dengan sindiran tajam terhadap praktik hukum yang dinilai transaksional.

“Kami tidak akan berhenti bersuara. Kalau keadilan bisa dijual, maka rakyatlah

yang berhak menagih kwitansinya,” pungkasnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan