Adapun Fatoni berkesempatan berbagi pengalaman dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang dijalankan oleh Pemprov Sumsel di tahun 2023.
Dalam paparannya berjudul “Role of Local Government to Support the Operationalization of ASEAN Coordinating Centre for Transboundary Haze Pollution Control (ACCTHPC).
Fatoni menjabarkan perkembangan kondisi terbaru, yakni terjadi penurunan hotspot atau titik panas.
“Pada tahun 2015, jumlah hotspot tercatat sebanyak 27.043 titik," katanya.
Kemudian menurun menjadi 23.818 titik di tahun 2019, dan berkurang lagi menjadi 19.849 titik di tahun 2023 ini.
"Kondisi ini dapat menjadi indikasi adanya keberhasilan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang efektif yang dilakukan Pemprov Sumsel," tuturnya.
Tren penurunan titik panas ini, Fatoni melanjutkan, juga ekuivalen dengan luas area yang terbakar.
Dilaporkan, pada tahun terjadinya El-nino di tahun 2015, areal yang terbakar mencapai luasan 638.582 ha.
Kemudian mengalami penurunan pada 2019 menjadi 317.885 ha dan kembali berkurang signifikan menjadi 109.460 ha pada 2023.
“Data ini dapat menjadi indikasi adanya keberhasilan upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang cukup berhasil yang dilakukan parapihak secara kolaboratif di Provinsi Sumatera Selatan,” kata dia.
Menurut Fatoni, berdasarkan data sebaran asap berdasarkan arah angin yang dikeluarkan The ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC).
Maka terlihat bahwa tidak terjadi pergerakan asap yang melintasi batas negara yang berada di sekitar Sumsel maupun Pulau Sumatera.
Walau demikian, Pemprov Sumsel tetap konsisten menjalankan berbagai upaya untuk mencegah karhutla, mulai dari monitoring, penetapan kebijakan, pencegahan, hingga penegakan hukum.***