DPR dan RUU Perampasan Aset: Ujian Serius Pemberantasan Korupsi

Syaiful Rosyad --

Oleh: Syaiful Rosyad Fahlevi

Komite Komunitas Demokrasi Banyuasin (KKDB)

Aksi demonstrasi mahasiswa yang belakangan menggema di berbagai daerah kembali menegaskan satu hal: rakyat sudah muak dengan korupsi. Salah satu tuntutan yang paling nyaring adalah desakan agar DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.

RUU ini sesungguhnya bukan barang baru. Sejak era Presiden ke-7 Joko Widodo, draft aturan ini berkali-kali diajukan, namun tak kunjung disetujui parlemen. Hingga kini, di masa kepemimpinan Puan Maharani sebagai Ketua DPR, RUU Perampasan Aset masih terkatung-katung. Pertanyaan besar pun muncul: apa sebenarnya yang membuat DPR begitu alergi terhadap RUU yang justru diinginkan rakyat?

Padahal substansi RUU ini sangat jelas: menjerat koruptor tidak hanya dengan hukuman badan, tetapi juga memiskinkan mereka melalui penyitaan seluruh hasil kejahatan. Dengan begitu, sekalipun lolos dari jerat penjara atau mendapat keringanan hukuman, mereka tak lagi bisa menikmati uang haram hasil korupsi. Rakyat tentu menilai logika sederhana ini sangat masuk akal—bila korupsi disebut kejahatan luar biasa, maka penanganannya pun harus luar biasa.

Namun, berulang kali pembahasan RUU ini kandas. Banyak orang lalu berspekulasi: mungkinkah DPR takut karena ada kepentingan partai, atau jangan-jangan korupsi memang sudah berakar hingga ke gedung parlemen itu sendiri? Dugaan semacam ini wajar saja muncul karena rakyat melihat kenyataan bahwa begitu banyak politisi partai yang terseret kasus rasuah.

Tak heran, dari jalanan rakyat pun meluapkan kemarahan dengan teriakan “Bubarkan DPR!”. Kritik ini lahir dari kekecewaan mendalam: lembaga yang seharusnya mewakili rakyat justru terlihat sibuk menjaga kepentingan segelintir elit. Gaji tinggi, fasilitas mewah, namun keberpihakan pada aspirasi publik kerap dipertanyakan.

Jika Presiden sungguh-sungguh ingin mewariskan sejarah pemberantasan korupsi, ada jalan yang bisa ditempuh: menerbitkan Perppu RUU Perampasan Aset, atau bahkan berani menginisiasi UU Hukuman Mati bagi Koruptor, sebagaimana pernah disuarakan Presiden Prabowo Subianto. Langkah ini memang ekstrem, tetapi bagi banyak rakyat yang muak, hanya kebijakan tegas yang bisa menumbuhkan efek jera.

Korupsi tidak akan pernah surut bila hukum terus melemah. Efek jera hanya muncul ketika aturan ditegakkan tanpa pandang bulu, tanpa amnesti, tanpa kompromi. Kalau serius, Indonesia punya peluang besar untuk bebas dari budaya korupsi yang sudah mengakar puluhan tahun.

Harapan rakyat kini tertuju pada Presiden Prabowo. Latar belakang militernya, yang lekat dengan disiplin dan keberanian, membuat publik menunggu langkah nyata yang tegas. Tidak boleh ada tebang pilih, bahkan terhadap kader partai sendiri. Rakyat pun mendambakan ketegasan pemerintah terhadap kelompok-kelompok yang mencoba memprovokasi dan mengganggu stabilitas negara.

Dan akhirnya, pesan penting ini ditujukan langsung kepada para anggota DPR: ingatlah siapa yang memilih kalian. Jangan sampai lupa bahwa kursi yang kalian duduki adalah amanah rakyat. Bila kalian abai, jangan salahkan rakyat ketika mereka menuntut kalian mundur.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan