Ketergantungan pada Tengkulak Bayangi Musim Panen Padi di Banyuasin
Ketergantungan pada Tengkulak Bayangi Musim Panen Padi di Banyuasin--
KORANHARIANBANYUASIN.ID – Memasuki musim panen padi, petani di Kabupaten Banyuasin kembali menghadapi persoalan klasik, yaitu ketergantungan pada tengkulak. Meski Perum Bulog berupaya membeli gabah langsung dari petani dengan harga Rp 6.500 per kilogram, sejumlah kriteria yang ditetapkan justru menjadi hambatan.
“Untuk memenuhi standar Bulog itu tidak mudah. Sementara di sisi lain, kami sudah terikat dengan tengkulak yang membantu kami sejak awal,” ungkap seorang petani di Kecamatan Tanjung Lago, yang enggan disebutkan namanya, pada Rabu (15/1/2025).
Ketergantungan pada tengkulak, menurutnya, tidak hanya terkait modal awal untuk bertani, tetapi juga mencakup berbagai kebutuhan lain, seperti biaya panen dan penyewaan alat pertanian.
BACA JUGA:India Open 2025: Fajar/Rian Menangi Laga Rubber Game Hadapi Malaysia
“Kami ini terkadang, dari sawah masih hijau sudah dipesan oleh tengkulak. Sebab sebelumnya, kami meminjam modal kepada mereka. Bahkan untuk panen, alat panennya juga disediakan oleh tengkulak. Jadi, kami tidak punya pilihan lain,” tuturnya.
Fenomena ini mencerminkan dilema yang dihadapi petani kecil di Banyuasin. Di satu sisi, mereka membutuhkan harga jual yang lebih baik agar bisa meningkatkan kesejahteraan. Namun, di sisi lain, ketergantungan pada tengkulak membuat mereka sulit melepaskan diri dari rantai permasalahan ini.
Upaya pemerintah melalui Bulog untuk langsung membeli gabah dari petani sebenarnya bertujuan membantu mengurangi peran tengkulak. Namun, tanpa langkah yang lebih komprehensif, seperti pemberian bantuan modal atau penyediaan alat panen yang terjangkau, masalah ini akan terus berulang.
BACA JUGA:Panggil Wali Siswa, Sampaikan Finalis Masuk ke PTN di SMAN 1 Banyuasin III
Para petani berharap ada solusi konkret yang dapat memutus ketergantungan ini, sehingga mereka dapat menjalani musim panen dengan lebih mandiri dan sejahtera.