Menjelang Akhir Tahun, Realisasi PAD Kota Prabumulih Capai 80 Persen
Menjelang Akhir Tahun, Realisasi PAD Kota Prabumulih Capai 80 Persen--
KORANHARIANBANYUASIN.ID - Hingga 12 Desember 2024, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Prabumulih mencapai Rp35.426.184.955,00, atau sekitar 80 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp43.745.000.000,00.
Berdasarkan catatan di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) kota Prabumulih, berikut adalah rincian realisasi PAD Kota Prabumulih hingga 12 Desember 2024, Pajak Restoran: Rp6.415.293.492,00 dari target Rp6.000.000.000,00, Pajak Hotel: Rp1.248.670.380,00 dari target Rp780.000.000,00, Pajak Hiburan: Rp653.901.191,00, Pajak Parkir: Rp171.228.400,00.
Kemudian, Pajak Reklame: Rp602.864.442,00, Pajak Sarang Burung Walet: Rp32.720.000,00, Pajak Penerangan Jalan: Rp15.516.685.646,00, Pajak Mineral Non Logam dan Batuan (MNLB): Rp46.478.001,00, Pajak Air Tanah: Rp10.075.107,00, PBBP2: Rp4.006.787.098,00 dan BPHTB: Rp6.721.481.198,00.
Kepala Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Prabumulih, Ratih Puspa SE MSi, mengungkapkan rincian realisasi PAD yang mencakup berbagai jenis pajak. Dalam laporannya, Ratih menyebutkan bahwa pajak restoran dan pajak hotel menjadi dua jenis pajak yang berhasil melampaui target yang ditetapkan.
"Pajak restoran itu targetnya Rp6,000,000,000 sedangkan realisasinya Rp6,415,293,492. sedangkan pajak hotel targetnya Rp780 juta realisasinya melebihi target yakni Rp1,248,670,380," ungkap Ratih Puspa SE MSi, melalui pesan whatsapp, Senin, 12 Desember 2024.
Ratih Puspa menyatakan bahwa meskipun terdapat beberapa jenis pajak yang melampaui target, secara total, realisasi pendapatan tahun ini baru mencapai 80 persen dari target yang ditetapkan. “Realisasi PAD kita sampai tanggal 12 Desember 2024 lalu itu sebesar Rp35.426.184.955,00 atau setara dengan 80 persen dari target sebesar Rp43.745.000.000,00,” ujarnya.
Meskipun ada beberapa pajak yang berhasil melampaui target, Ratih menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan total PAD tidak mencapai 100 persen. Salah satu penyebab utama adalah adanya beberapa jenis pajak yang belum dapat dilakukan penagihan karena terkendala oleh aturan atau regulasi.
“Beberapa jenis pajak seperti pajak air tanah, pajak reklame, dan pajak mineral non logam dan batuan, dari awal tahun belum bisa dilakukan penagihan karena terganjal aturan atau regulasi,” katanya.
Ratih juga menambahkan bahwa perubahan perhitungan persentase pengenaan pajak yang turun, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2023, juga berkontribusi pada ketidakrealisasian target. Pajak hiburan dan pajak parkir adalah dua jenis pajak yang terpengaruh oleh perubahan ini.
“Jadi karena disebabkan adanya perubahan perhitungan dan juga regulasi, ada beberapa item pajak yang tidak terealisasi 100 persen,” pungkasnya.