Kontrak PT Freeport Hingga 2061, Siapa yang Untung?

Minggu 03 Dec 2023 - 17:24 WIB
Oleh: Admin

Menurut Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, smelter tembaga bisa menghasilkan 600 ribu ton katoda tembaga per tahunnya. Emas sebesar 50 ton dan 150-200 ton perak per tahunnya. (cnbcindonesia.com, 03 Maret 2023).

Terbayang, berapa banyak keuntungan yang diperoleh oleh PT Freeport? Menurut anggota komisi VII DPR RI, Mukhtar Tompo saat menyampaikan interupsi pada rapat Paripurna DPR RI (Kamis, 23/2/2023), beliau mengungkapkan bahwa,

“Setiap hari rata-rata Freeport meraup keuntungan dari tambang emas di Papua sebesar RP 114 miliar. Bila jumlah itu dikalikan 30 hari, lalu dikalikan lagi 12 bulan, maka keuntungannya bisa mencapai Rp 70 triliyun per tahunnya. Tapi, keuntungan yang diberikan kepada Pemerintah Indonesia per tahunnya ternyata hanya 8 triliyun." (dpr.go.id, 24 Februari 2023). 

Pertanyaanya adalah lari kemana 62 triliyunnya? Apakah rakyat menikmatinya? Apakah rakyat menjadi sejahtera sebab kayanya sumber daya alam yang dimilikinya?

Perpanjangan kontrak PT. Freeport sejatinya adalah penjajahan terhadap sumber daya alam. 

Bagaimana tidak, sejak didirikannya Freeport, rakyat Papua sampai hari ini tidak merasakan kesejahteraan apapun.

Bahkan kalau kita lihat di ragam postingan media sosial yang memperlihatkan kemiskinan rakyat Papua.

Mereka harus menukar hasil kebun, seperti pisang, atau sayur mayur dengan beberapa mie instan ataupun beras menunujukkan tidak sejahteranya kehidupan yang dijalani.

Rakyat Papua sendiri banyak yang menderita kelaparan hingga berakhir kepada kematian. 

Sumber daya alam berupa emas, tembaga dan perak sejatinya adalah milik rakyat.

Sehingga pengelolaannya diserahkan kepada rakyat. Faktanya, sumber daya alam hari ini telah dikuasai pihak swasta, korporasi, bahkan para kapitalis asing.

Freeport sebagai korporasi pastilah merugikan rakyat. Sebab korporasi hanya berorientasi pada keuntungan materi semata. 

Keberadaan Freeport yang saat ini sebagai salah satu tambang terbesar di dunia milik Amerika Serikat (AS) adalah wujud nyata  penjajahan AS atas Indonesia. 

Alhasil, perpanjangan kontrak Freeport merupakan hegemoni asing terhadap Indonesia.

Ini berarti kemandirian negara dalam mengelola SDA tidak ada. Padahal, pendirian Freeport yang digadang untuk mengatasi inflasi yang terjadi pada tahun tersebut.

Sehingga keran investasi harus dibuka agar terjadi kestabilan ekonomi. Pada faktanya, ekonomi makin mengalami keterpuruikan dengan meningkatnya utang negara dari tahun per tahunnya. 

Tags :
Kategori :

Terkait