Sapi dan kerbau memang memiliki kelenjar sebaceous, tetapi kelenjar ini tidak seaktif pada kambing.
Selain itu, sapi dan kerbau cenderung memiliki kelenjar sebaceous yang terletak di area tertentu, seperti sekitar mulut dan hidung, dan tidak tersebar merata di seluruh tubuh seperti pada kambing.
Selain itu, sapi dan kerbau tidak memiliki kebutuhan yang sama untuk menghasilkan bau yang kuat dalam konteks reproduksi.
Proses reproduksi pada sapi dan kerbau tidak terlalu bergantung pada feromon yang dikeluarkan melalui kulit.
Sehingga bau yang dihasilkan oleh kedua hewan ini cenderung lebih lemah dibandingkan dengan kambing.
Perbedaan diet juga berperan dalam perbedaan bau antara kambing, sapi, dan kerbau.
Kambing memiliki kebiasaan makan yang lebih bervariasi dan sering kali mengonsumsi tumbuhan dengan aroma yang kuat, seperti semak-semak atau dedaunan dengan kandungan minyak atsiri.
Hal ini dapat mempengaruhi bau tubuh mereka secara keseluruhan.
Sapi dan kerbau, di sisi lain, cenderung makan rumput yang lebih homogen dan kurang beraroma kuat, sehingga bau tubuh mereka pun cenderung lebih netral.
4. Faktor Lingkungan dan Kebersihan
Selain faktor fisiologis, lingkungan dan kebersihan juga memainkan peran penting dalam kekuatan bau kambing.
Kambing yang hidup dalam kondisi yang kurang higienis cenderung memiliki bau yang lebih kuat dibandingkan dengan kambing yang dirawat dengan baik.
Kotoran, urin, dan bahan organik lainnya yang menempel pada bulu kambing dapat memperkuat bau alami mereka.
Sementara itu, sapi dan kerbau biasanya dipelihara dalam kondisi yang lebih terkontrol, terutama jika mereka dibesarkan untuk produksi susu atau daging.
Pemilik hewan sering kali lebih memperhatikan kebersihan sapi dan kerbau, termasuk mandi rutin, yang membantu mengurangi bau yang dihasilkan oleh kelenjar sebaceous.
Namun, perlu dicatat bahwa bau kambing tidak selalu berarti bahwa hewan tersebut tidak bersih.