Tepak Sirih: Warisan Adat Budaya Pangkalan Balai yang Kian Tergerus Zaman

Syaiful Rosad--

Oleh: Syaiful Rosyad Fahlevi, Pemerhati Seni dan Budaya

Tepak sirih adalah salah satu simbol penghormatan dalam tradisi Melayu, khususnya di Pangkalan Balai. Sebagai wujud penyambutan tamu istimewa, kehadirannya tak pernah absen dalam berbagai acara adat, seperti pernikahan, penyambutan tamu besar, dan ritual tradisional lainnya. Melalui tarian Tepak Sirih, masyarakat menyampaikan rasa hormat dan penghargaan kepada tamu yang datang.

Tradisi Tepak Sirih bukan hanya menjadi bagian dari budaya Palembang, tetapi juga melekat kuat dalam adat Melayu Pangkalan Balai. Hal ini tak lepas dari sejarah nenek moyang masyarakat Pangkalan Balai yang juga berasal dari rumpun Melayu.

BACA JUGA:Kadinkes Turunkan Tim, Lakukan Investigasi ke Puskesmas Mekar jaya

Tepak sirih sendiri berbentuk wadah yang biasanya terbuat dari kayu persegi atau logam berbentuk bulat. Di dalamnya terdapat perlengkapan untuk "nginang" atau mengunyah sirih, seperti pinang, kapur, gambir, dan bahan-bahan alami lainnya. Tradisi ini dahulu menjadi sarana interaksi sosial, di mana para ibu berkumpul, berbagi cerita, dan mempererat tali persaudaraan sambil menikmati sirih bersama.

Simbolisme dalam Tepak Sirih

Tepak sirih bukan sekadar wadah, tetapi mengandung lima makna simbolis yang mendalam:

Daun Sirih melambangkan kerendahan hati dan penghormatan terhadap orang lain.

Kapur mencerminkan hati yang tulus dan bersih, namun bisa berubah menjadi tegas dalam situasi tertentu.

Gambir dengan rasa pahitnya melambangkan keteguhan hati, sedangkan warnanya yang kekuningan melambangkan kesabaran.

Pinang yang tumbuh lurus menjulang melambangkan kejujuran, budi pekerti, dan derajat yang tinggi.

Tembakau yang diiris halus melambangkan ketabahan dan kerelaan berkorban dalam berbagai kondisi.

BACA JUGA:KPU Muara Enim Berikan Jawaban, Gugatan Pemohon Tidak Mendasar

Pergeseran Zaman dan Hilangnya Tradisi

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan