Sidang Dugaan Korupsi Proyek Pokir DPRD Sumsel: PPK Akui Bayar 70 Persen Meski Proyek Baru 41 Persen

Sidang Dugaan Korupsi Proyek Pokir DPRD Sumsel: PPK Akui Bayar 70 Persen Meski Proyek Baru 41 Persen--

KORANHARIANBANYUASIN.ID – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Provinsi Sumatera Selatan tahun anggaran 2023 kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Rabu (9/7/2025). Sidang dengan nomor perkara 26/Pid.Sus-TPK/2025/PN Plg itu menghadirkan sepuluh orang saksi, termasuk dua pejabat dari Kabupaten Banyuasin: Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR, Andi Wijaya, serta Kepala Bagian ULP Setda, Yulinda.

Dalam keterangannya di hadapan Ketua Majelis Hakim Fauzi Isra, saksi Andi Wijaya membeberkan sejumlah fakta mencengangkan terkait proyek pembangunan Kantor Lurah RT 01 RW 01 Kelurahan Keramat Raya, Banyuasin. Ia menyebut realisasi proyek hanya mencapai sekitar 41 persen, jauh dari target, akibat kebangkrutan kontraktor pelaksana, CV Raza Jaya Cipta. Namun, pembayaran proyek justru telah dilakukan sebesar 70 persen.

“Pihak rekanan menyerahkan sejumlah nota sebagai bukti pengadaan material. Itu yang kami jadikan dasar untuk pencairan, karena sebagian material katanya sudah di lapangan,” ujar Andi saat bersaksi.

BACA JUGA:229 Murid dari Berbagai Jenjang Sekolah, Ikuti Seleksi Pramuka Garuda

Namun, ia kemudian mengakui bahwa nota-nota tersebut belakangan diketahui tidak sah. Ketika kontraktor pelaksana menghilang tanpa jejak, Andi mengaku diminta oleh atasannya, terdakwa Apriansyah, untuk mengejar kontraktor dan meminta pengembalian kelebihan bayar. Karena tidak berhasil menemukan pihak rekanan, Andi akhirnya memilih menanggung sendiri kekurangan anggaran tersebut dengan dana pribadi.

“Saya pinjam ke bank, dan juga secara pribadi, demi menutup selisih pembayaran agar kerugian negara bisa dikurangi,” ucap Andi lirih.

Kesaksian Andi itu menjadi sorotan utama dalam sidang yang dihadiri publik dan media. Di sisi lain, kuasa hukum terdakwa Apriansyah, Weli, menegaskan bahwa kliennya tidak pernah terlibat dalam praktik gratifikasi atau pengondisian proyek seperti yang diduga sebelumnya.

BACA JUGA:Polsek Sungsang Berhasil Ungkap Kasus Curat, 1 Motor dan 3 Pelaku Diamankan

“Sepuluh saksi yang dihadirkan hari ini dan di sidang-sidang sebelumnya tidak ada satupun yang menyatakan bahwa klien kami menerima fee, menjanjikan proyek, atau mengarahkan pengondisian dalam proses pengerjaan,” kata Weli kepada wartawan usai sidang.

Ia menilai posisi kliennya justru menjadi korban pelimpahan tanggung jawab. Menurut Weli, tanggung jawab utama berada pada PPK, yang menandatangani semua dokumen pembayaran dan surat pernyataan bahwa pekerjaan telah sesuai dengan ketentuan.

“PPK memiliki peran sentral dalam proses pencairan dana. Tapi faktanya proyek baru 41 persen, uang sudah cair 70 persen. Justru Apriansyah yang diminta bertanggung jawab, padahal dia sudah mengingatkan dari awal untuk memutus kontrak karena progres pekerjaan tidak memuaskan,” tegasnya.

BACA JUGA:Bupati Banyuasin Sambut Haru Kedatangan 230 Jamaah Haji Kloter 21 di Asrama Haji Palembang

Weli juga membantah pernyataan Andi soal adanya penolakan tanda tangan oleh terdakwa. Ia menyebut justru Apriansyah yang meminta penghentian kontrak sejak dini.

“Kami punya bukti dan saksi bahwa terdakwa sudah menyarankan untuk tidak dilanjutkan. Tapi PPK malah memberikan kesempatan kedua kepada kontraktor, yang akhirnya menghilang dan meninggalkan proyek mangkrak,” ujarnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan